KESENIAN DAN KEBUDAYAAN
1. DIENG CULTURE VESTIVAL
Sejarah Dieng Culture Festival dimulai dari gagasan Kelompok Sadar Wisata Dieng Pandawa. Kelompok ini berupaya menggabungkan konsep budaya dan wahana wisata alam, dengan misi pemberdayaan ekonomi masyarakat Dieng. Kali pertama DCF diselenggarakan pada tahun 2010 atas kerjasama dari Equator Sinergi Indonesia, Pokdarwis Dieng Pandawa dan Dieng Ecotourism. Namun sebenarnya, sebelum gelaran bertajuk Dieng Culture Festival, pernah pula hadir acara serupa, yakni Pekan Budaya Dieng yang diadakan oleh masyarakat dan pemuda Dieng Kulon.
Ruwatan pemotogan rambut gimbal
DCF memiliki acara ruwatan pemotongan rambut gimbal sebagai puncak acara. Ruwatan adalah upacara penyucian yang sudah menjadi adat di Jawa. Upacara ruwatan ini dilakukan untuk membuang sial, malapetaka dan atau marabahaya. Anak berambut gimbal atau gembel merupakan fenomena unik. Fenomena anak gimbal ini terjadi di sejumlah desa di Dataran Tinggi Dieng, anak–anak asli Dieng tersebut berusia 40 hari sampai 6 tahun yang memiliki rambut gimbal secara alami dan tidak diduga dan bukan diciptakan. Rambut gimbal anak Dieng dipercaya sebagai titipan penguasa alam gaib dan baru bisa dipotong setelah ada permintaan dari anak bersangkutan. Permintaan tersebut harus dipenuhi, tidak kurang dan tidak dilebihkan.
Jazz Atas Awan dan Festival Lampion
Selain pemotongan rambut anak gimbal, DCF memiliki serangkaian acara lain yang tak kalah menarik, diantaranya adalah Jazz Atas Awan yang sekarang juga menjadi agenda even nasional, ada juga Festival Film Dieng, Festival Lampion, Minum Purwaceng Bersama, Camping DCF, Sendra Tari Rambut Gimbal, Jalan Sehat dan Reboisasi, serta pameran seni dan budaya.
2. SUNATAN TEMPO DULU
Khitanan atau sunatan pada zaman dahulu merupakan salah satu hajat dari setiap orang berumah tangga. Dizaman dahulu, pelaksanaan khitanan dilaksanakan sangat meriah. Si anak yang hendak disunat terlebih dahulu ditandu dan diiringi oleh tarian-tarian atau kesenian daerah yang ada di masyarakat setempat. Bagi yang memiliki uang lebih banyak anak naik kuda pilihan ada juga yang menggunakan sepeda unta. Keesokan harinya, setelah subuh atau sekitar jam lima pagi iring-iringan itu berangkat ke sungai dan si anak disuruh berendam terlebih dahulu. Setelah dirasa cukup berendam, si anak kemudian dibawa kembali ke rumah dan dimasukkan ke dalam krobongan (semacam ruang khusus untuk melakukan proses sunat). Di dalam krobongan juru khitan (dukun sunat) telah siap untuk melaksanakan tugasnya. Adapun alat yang digunakan untuk menyunat anak di zaman dahulu masih sangat sederhana dan jauh dari steril. Tanpa obat bius dan tanpa dijahit. Sehingga darah akan cenderung mengucur deras. Tidak jarang anak dikhitan pada zaman dahulu jatuh pingsan. Setelah krobongan dibuka berarti proses khitan telah selesai dan kemudian si anak diberi makanan yang dianggap mampu memberikan kekuatan tubuh, seperti ; air kopi pahit, gula, jahe, daging bakar, nasi putih. Tak lupa si anak juga dikasih jeruk nipis, bukan untuk dimakan tetapi hanya untuk pengharum supaya akan tidak mual-mual bahkan muntah ketika menghirup bau darah yang mulai mengering. Konon menurut informasi Bapak Hadi Supeno Wakil Bupati Banjarnegara kita disunat dengan cara tempoe dulu ini.
Komentar
Posting Komentar